Tari
topeng Cirebon di kenal memiliki ragam jenis tari yang berbeda, hal ini di kenal
dengan nama topeng panca wanda atau bisa di sebut topeng lima rupa. Masing-masing dari ekspresi dan bentuk dari topeng terebut memiliki
filosofi nya tersendiri. Semua jenis
topeng ini akan di kenakan pada saat pementasan tari topeng Cirebon yang di iringi
dengan gamelan. Topeng Cirebon yang paling pokok ada lima yaitu:
PANJI
“wajahnya yang putih bersih melambangkan kesucian bayi yang baru lahir. Tari
topeng ini berkarakter halus. Ditampilkan pada kesempatan pertama. Menurut
mereka, Panji berasal dari kata siji (satu, atau pertama), mapan sing siji
(percaya kepada Yang Satu). Gerak tarinya senantiasa kecil dan lembut, minimalis
dan lebih banyak diam. Kata Mutinah (dalang topeng asal Gegesik, Cirebon),
menarikan topeng Panji itu kaya wong urip tapi mati, mati tapi urip.
Ungkapan tersebut
adalah untuk menjelas kan, bahwa topeng Panji itu memang tidak banyak gerak,
seperti orang yang mati tapi hidup, hidup tapi mati. Koreografi nya lebih
banyak diam, dan inilah sebagai salah satu hal yang menyebab kan tari ini
kurang disukai oleh penonton, terutama penonton awam. Tari ini diiringi oleh
beberapa lagu yang terangkai menjadi satu struktur musik yang panjang dan
sulit. Lagu pokok nya disebut Kembang Sungsang yang dilanjut kan dengan lagu
lontang gede, oet-oetan, dan pamindo deder. Kecuali di Losari, para dalang
topeng Cirebon pada umum nya tidak mengaitkan tarian nya dengan tokoh Panji seperti
dalam cerita Panji. Artinya, nama tari tersebut bukan sebagai gambaran tokoh
Panji.
Kata Panji hanya
dipinjam untuk menyatakan salah satu karakter tari yang halus, yang secara
kebetulan karakter nya sama tokoh Panji. Berbeda dengan di Losari, dan sepanjang
yang diketahui saat ini, topeng di daerah ini adalah satu-satunya gaya yang
tidak menampilkan kedok Panji sebagai tari yang ditampilkan pada bagian pertama
(babakan). Gaya ini tidak sebagaimana lazimnya tari topeng di daerah lain.
Kedok Panji justru ditarikan dalam sebuah lakonan dan penarinya benar-benar
memerankan tokoh Panji.”
Samba
(Pamindo), topeng anak-anak yang berwajah ceria, lucu, dan lincah. Kata
Pamindo, di kalangan seniman topeng Cirebon, berasal dari kata pindo, artinya
kedua. Kata pindo, umumnya sangat berkaitan dengan urutan penyajian topeng
Cirebon itu sendiri, yang artinya juga sama dengan penyajian tari bagian
(babak) kedua. Akan tetapi, khusus untuk topeng gaya Losari, tarian tersebut
justru ditarikan pada bagian pertama dan digambarkan sebagai tokoh Panji
Sutrawinangun.
Dalam gaya topeng
Losari memang tidak di kenal ada nya tari topeng Panji secara khusus, karena
topeng Panji ditarikan dalam topeng lakonan. Karakter tari topeng tersebut
adalah genit atau ganjen (bhs. Jw. Cirebon), sama dengan karakter tokoh Samba dalam cerita
wayang Purwa. Oleh sebab itu, tari ini juga sering di sebut dengan topeng
Samba. Gerakan nya gesit dan menggambar kan seseorang yang tengah beranjak
dewasa, periang, dan penuh suka cita. Itulah sebabnya, mengapa gerakan tari
topeng ini seperti kesusu (terburu-buru), mirip dengan perilaku dan kehidupan
seorang anak muda.
Rumyang,
wajahnya menggambar kan seorang remaja. Topeng Rumyang menggambar kan seseorang
yang penuh kehati-hatian, dan terkesan seperti ragu-ragu. Ia bak seorang
manusia yang perilaku dan tindak-tanduknya penuh pertimbangan. Ini gambaran
seorang manusia yang sudah mulai mengenal kehidupan. Lagu penging nya sesuai
dengan nama tarinya, rumyang atau kembang kapas.Topeng Rumyang sewanda dengan
topeng Pamindo, bahkan dianggap sebagai kelanjutan dari topeng tersebut.
Sebagian daerah menampilkan nya pada bagian ketiga, namun sebagain daerah lagi
menampil kan nya pada bagian akhir.
Perbedaan penampilan
ini boleh jadi di pengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, jika topeng tersebut
ditampil kan pada bagian ketiga, berkaitan dengan gambaran siklus kehidupan
manusia, dan kedua berkaitan dengan pengaruh wayang kulit atau karena pertunju
kan topeng itu di laksanakan pada malam hari. Perlu di ketahui bahwa, akhir
pertunjukan wayang kulit Cirebon biasanya di tandai dengan lagu rumyang. Karena
itulah, mengapa topeng Rumyang itu di akhirkan.
Patih (Tumenggung), topeng
ini menggambar kan orang dewasa yang berwajah tegas, ber kepribadian, serta
bertanggung jawab. Tari Topeng Patih yang merupakan tarian pembuka pertunjukan
dramatari wayang Topeng Malang memiliki hubungan erat dengan struktur
pertunjukan berkaitan dengan ruang, waktu dan isi. Untuk itu pendekatan teoritis strukturalis simbolis
menjadi strategi pilihan guna memahami makna simbol yang terdapat di dalam nya.
Hasil nya menunjukkan bahwa struktur koreografi Tari Topeng atih terdiri dari
tujuh unsur, yaitu unsur penokohan, unsur ritual, unsur komunikasi,unsur gerak tari, unsur tata rias dan busana, unsur
musik pengiring dan unsur panggung
pertunjukan yang kesemuanya mengarahkan pada perilaku budi luhur.
Kelana
(Rahwana), topeng yang menggambar kan seseorang yang sedang marah. Tari topeng
Klana adalah gambaran seseorang yang
bertabiat buruk, serakah, penuh amarah dan tidak bisa mengendali kan hawa
nafsu, namun tarinya justru paling banyak disenangi oleh penonton. Sebagian
dari gerak tarinya menggambar kan seseorang yang tengah marah, mabuk, gandrung,
tertawa terbahak-bahak, dan sebagainya.
Lagu
pengiring nya adalah Gonjing yang di lanjutkan dengan Sarung Ilang. Struktur tari nya seperti halnya topeng
lainnya, terdiri atas bagian baksarai (tari yang belum memakai kedok) dan
bagian ngedok (tari yang memakai kedok). Beberapa dalang topeng, misalnya
Rasinah dan Menor (Carni), membagi tarian ini menjadi dua bagian. Bagian pertama, adalah tari topeng Klana yang di iringi
dengan lagu Gonjing dan sarung Ilang. Bagian kedua, adalah Klana Udeng yang
diiringi lagu Dermayonan. Tari topeng Klana sering pula disebut topeng Rowana.
Sebutan itu mengacu pada salah satu tokoh yang ada dalam cerita Ramayana, yakni
tokoh Rahwana.
Secara
kebetulan, karakter nya sama persis dengan tokoh Klana dalam cerita Panji. Di
Cirebon, topeng Klana dan Rowana kadang-kadang di artikan sebagai tarian yang
sama, namun bagi beberapa dalang topeng, misal nya Sujana dan Keni dari
Slangit; Sutini dari Kalianyar dan Tumus dari Kreo; membedakan kedua tarian
tersebut, hanya kedoknya saja yang sama.
Jika
kedok Klana yang di tarikan itu memakai kostum irah-irahan atau makuta Rahwana
di bagian kepala nya dan di bagian punggung nya memakai badong atau praba, maka
itulah yang di sebut topeng Rowana. Kostum nya jauh berbeda dengan topeng Klana
dan kelihatan sangat mirip dengan kostum tokoh Rahwana dalam wayang wong.
Menurut Hasan Nawi, salah seorang pengrajin topeng Cirebon dalam kehidupan
sehari-hari setiap manusia seperti mengena kan topeng, misal nya saja pada saat
marah seperti sudah mengganti topeng berwajah ceria dengan topeng kemarahan.
Kalau ada orang dewasa yang sikapnya kekanak-kanakan maka ia seperti sedang
mengganti topeng dewasa nya dengan topeng anak-anak.
0 comments:
Posting Komentar