Rabu, 25 Desember 2019

GAYA TARI TOPENG (2)



Tari Topeng Cirebon gaya Cibereng

Tari Topeng Cirebon gaya Cibereng merupakan ragam tari Topeng Cirebon yang ada di desa Ciberengkecamatan Trisikabupaten Indramayu
Dalang tari Topeng Cirebon gaya Cibereng
Dalang tari Topeng Cirebon gaya Cibereng yang terkenal salah satunya adalah Ki dalang Carpan.

Tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara

Tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara merupakan salah satu gaya tari Topeng Cirebon yang wilayah penyebarannya berada di sekitar kecamatan Pegaden hingga ke bantaran sungai Cipunegara yang merupakan perbatasan dengan kabupaten Indramayu. Perkembangan kebudayaan di wilayah Cipunegara (termasuk di sebagian besar daerah dataran rendah kabupaten Subang) tidak terlepas dari kontribusi masyarakatnya. Tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara ini oleh masyarakatnya disebut sebagai Tari Topeng Menor, karena kemerduan suara dan kecantikan para penarinya.
Pusat tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara berada di desa Jati, kecamatan Cipunegara  dan desa gunung sembung, kecamatan Pegaden, Kabupaten Subang. Dikarenakan desa Jati terkenal sebagai salah satu pusat tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara, maka tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara ini juga dikenal dengan nama tari Topeng Jati.
Willy Sani dalam penelitiannya tentang tari Topeng Menor menyatakan bahwa bahasa pengantar yang digunakan dalam pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara ini adalah bahasa Sunda, bahasa pengantar yang digunakan tersebut berbeda dengan kebanyakan gaya tari Topeng Cirebon dari wilayah Cirebon dan Indramayu yang menggunakan Bahasa Cirebon sebagai bahasa pengantaranya.
Keunikan yang terjadi semata-mata dikarenakan alkulturasi budaya antara budaya Cirebon dengan budaya Sunda dikarenakan dalam pementasan tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara tersebut juga didatangi oleh masyarakat Sunda yang kurang paham dengan bahasa Cirebon sehingga bahasa Sunda digunakan sebagai bahasa pengantar pementasan agar pesan-pesan yang berusaha disampaikan dalam setiap babak tariannya dapat dengan mudah dimengerti oleh masyarakatnya. Namun demikian, Willy Sani juga mengatakan bahwa penggunaan bahasa Sunda tidak berarti jika nayaga (penabuh gamelan) dan para Dalang Topeng tersebut tidak bisa menggunakan Bahasa Cirebon, sebaliknya mereka semua fasih menggunakan bahasa Cirebon walau selama pementasan harus menggunakan bahasa Sunda agar penonton memahami setiap isi babak.
Musik pengiring
Berbeda dengan musik pengiring tari Topeng Cirebon yang terdapat di wilayah kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayuyang menggunakan instrumen musik bernuansa khas Cirebonan seperti Gamelan cirebon dan sejenisnya. Pada tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara, musik pengiringnya justru menggunakan musik-musik Bajidoran yang merupakan seni khas kebudayaan Sunda di kabupaten Subang dan Kabupaten Karawang
Dalang tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara
Dalang-dalang topeng yang berada diwilayah Pegaden dan Cipunegara bisa dikatakan seluruhnya merupakan keturunan dari Dalang Panggah. Dalang Carni dan Dalang Ratem merupakan dua orang dalang dari wilayah Cipunegara yang hingga kini masih terbilang aktif melestarikan gaya Cipunegara.

Tari Topeng Cirebon gaya Gegesik

Tari Topeng Cirebon gaya Gegesik memiliki daerah penyebaran di sekitar Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon. Pada tari Topeng Cirebon gaya Gegesik yang paling terlihat berbeda adalah raut karakteristik topengnya. Topeng Panji pada gaya Gegesik digambarkan dengan karakteristik wajah berwarna putih dengan raut tenang, mata sipit dengan tatapan yang selalu merunduk tajam, hidung mancung dan senyum yang terkulum.
Di Gegesik yang merupakan salah satu pusat perkembangan kesenian cirebon, termasuk kesenian tari Topeng Cirebon, penari atau dalang tari Topeng Cirebon kini tidak sebanyak dulu ketika masa jayanya, menurut budayawan Cirebon bapak Nurdin Noer yang juga merupakan ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon
Pada tiga dekade yang lalu hampir semua warga di Gegesik bisa menari topeng, entah itu anak penari ataupun petani biasa. Topeng pun menjadi sesuatu yang wajib dipunyai. Namun, kini hal itu tak berlaku lagi, jumlah penari hanya bisa dihitung dengan jari “
Pada perkembangan sebuah kesenian termasuk tari Topeng Cirebon gaya Gegesik, perubahan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Perubahan yang terjadi pada tari Topeng Cirebon gaya Gegesik kebanyakan dipengaruhi oleh struktur masyarakat urban serta berperannya sekolah kesenian, modernisasi, peristiwa, politik dan perubahan pandangan pewaris topeng, terutama sekitar tahun 1980 hingga tahun 2000. Perubahan tari Topeng Cirebon gaya Gegesik terutama terjadi pada cara dan bentuk penyajiannya, sehingga pada masa itu pertunjukan topeng dicampur dengan dangdut atau yang oleh masyarakat disebut sebagai topeng-dangdut


Musik pengiring
Lagu atau musik pengiring yang digunakan pada pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Gegesik ternyata memiliki kesamaan dengan musik pengiring yang dipergunakan pada gaya Slangit, berikut nama-nama musik pengiringnya ;
·         Tetaluan, dikenal juga dengan nama gagalan merupakan tabuhan gamelan yang dimainkan sebelum penari atau dalang topeng muncul pada panggung tari.
·         Kembang Sungsang, merupakan lagu pengiring yang digunakan untuk mengiringi pagelaran tari Topeng pada babak Panji.
·         Singa Kawung, merupakan lagu pengiring yang digunakan untuk mengiringi pagelaran tari Topeng pada babak Samba.
·         Tumenggungan, atau dikenal dengan nama bendrong merupakan lagu pengiring yang digunakan untuk mengiringi pagelaran tari Topeng pada babak Tumenggung atau Patih.
·         Kembang Kapas, merupakan lagu pengiring yang digunakan untuk mengiringi pagelaran tari Topeng pada babak Rumyang.
·         Gonjing, merupakan lagu pengiring yang digunakan untuk mengiringi pagelaran tari Topeng pada babak Klana.
Gerakan tari
Gerakan tari pada gaya Gegesik dapat dilihat pada pemaknaan gerak di masing-masing alur ceritanya, di antaranya adalah gerakan tangan temple bahu dan cantel pada alur cerita topeng Panji.
Gerakan tangan temple bahu diartikan sebagai tiruan dari gerak jalan Dewi Anggraeni sementara gerakan cantel dapat diartikan bahwa Raden Panji akan berhasil menikahi Dewi Anggraeni.
Babak tarian
'Pada gaya Gegesik, babak (alur cerita) tariannya hampir sama dengan babak tarian yang ada di gaya-gaya tari Topeng Cirebon wilayah barat, penamaan babak pada pementasan tari Topeng Cirebon pada wilayah barat hanyalah mengambil namanya saja untuk menggambarkan kesamaan watak, para dalang topeng Cirebon pada umumnya tidak mengaitkan tariannya dengan tokoh Panji seperti dalam cerita Panji. Artinya, nama tari tersebut bukan sebagai gambaran tokoh Panji. Kata Panji hanya dipinjam untuk menyatakan salah satu karakter tari yang halus, yang secara kebetulan karakternya sama dengan tokoh Panji. Berbeda dengan di Losari, Topeng Panji justru ditarikan dalam sebuah lakonan dan penarinya benar-benar memerankan tokoh Panji seperti yang ada di cerita Panji.
Perbedaan babak antara tari Topeng Cirebon gaya Gegesik dengan Slangit yang sama-sama berasal dari kabupaten Cirebon wilayah barat terletak pada susunan babaknya, jika pada gaya Gegesik babak rumyang ditampilkan pada urutan keempat atau kelima, maka pada gaya Slangit babak tersebut ditampilkan pada urutan ketiga. Berikut babak pada tari Topeng Cirebon gaya Gegesik ;
1.   Panji, menceritakan karakter manusia yang baru lahir, topeng Panji pada gaya Gegesik digambarkan sebagai watak dari karakter manusia yang halus, karakter ini sering disamakan dengan karakter Arjuna pada cerita Mahabharata.
2.   Samba (pamindo), menceritakan karakter anak-anak
3.   Rumyang, menceritakan karakter manusia yang bergejolak menuju kedewasaan
4.   Patih (tumenggung), menceritakan manusia yang sudah dewasa
5.   Klana, menceritakan manusia yang dursila (memiliki emosi dan amarah jahat di dalam dirinya)
Sebagian budayawan Cirebon yang menyimak keterangan Ki Rawita (maestro tari Topeng Cirebon gaya Randegan) bahwa babak rumyang seharusnya ditarikan pada bagian akhir kemudian menyatakan hal yang sama jika pada zaman dahulu babak rumyang pada tari Topeng Cirebon gaya Gegesik juga ditarikan pada akhir pagelaran sama dengan yang terjadi pada gaya Randegan, hanya saja para budayawan Cirebon kurang mengingat kapan terjadinya peralihan babak rumyang yang sebelumnya ditarikan di akhir babak menjadi di tengah babak pada pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Gegesik. Ki Waryo (maestro kesenian Cirebon sekaligus dalang tari Topeng Cirebon gaya Palimanan) berpendapat bahwa peralihan babak rumyang dari akhir pagelaran menjadi babak di tengah pagelaran diperkirakan terjadi pada periode tahun 1970-an di mana pada periode tersebut para dalang tari Topeng di Cirebon banyak didatangi oleh para peneliti dan kemungkinan para peneliti ini memberikan persfektif baru bagi para dalang Topeng terutama dalang tari Topeng Cirebon gaya Gegesik sekaligus mengubah persfektif tariannya dari semula berfokus pada perkembangan jiwa yang merupakan ciri dari pementasan tari Topeng Cirebon dengan babak rumyang di akhir menjadi berfokus pada pertumbuhan manusia secara fisik yang merupakan ciri dari pementasan tari Topeng Cirebon dengan babak rumyang di tengah.
Dalang tari Topeng Cirebon gaya Gegesik
Di wilayah kecamatan Gegesik juga terdapat banyak dalang topeng, para dalang tersebut kebanyakan berasal dari keturunan para maestro tari Topeng Cirebon gaya Gegesik yaitu Mutinah, Lesek dan Jublag. Keturunan dalang Mutinah yang bisa ditelusuri adalah dalang Juniah, sementara keturunan dalang Lesek adalah dalang Sumarni dan yang terakhir keturunan dalang Jublag adalah dalang Baerni dan Baedah yang keduanya masih dapat dikatakan aktif walau sudah sangat jarang diundang tampil di masyarakat.
Dalang Baerni kini pindah ke wilayah kecamatan Pegadenkabupaten Subang untuk mengikuti suaminya yang bekerja sebagai guru Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan dalang Baedah juga mengikuti suaminya pindah ke wilayah kota Cirebon.
Sanggar tari
                                          
·         Sanggar Purbasari, Padepokan Abdul Ajib, jalan Sukasari gang 4 no. 30. Kelurahan Sukapurakecamatan Kejaksan kota Cirebon. Telp (+62-231-3475545) (+62-8122143273)



0 comments:

Posting Komentar