Tari
Topeng Cirebon gaya Cibereng
Tari Topeng Cirebon gaya Cibereng
merupakan ragam tari Topeng Cirebon yang ada di desa Cibereng, kecamatan
Trisi, kabupaten Indramayu
Dalang
tari Topeng Cirebon gaya Cibereng
Dalang tari Topeng Cirebon gaya
Cibereng yang terkenal salah satunya adalah Ki dalang Carpan.
Tari
Topeng Cirebon gaya Cipunegara
Tari
Topeng Cirebon gaya Cipunegara merupakan
salah satu gaya tari Topeng Cirebon yang wilayah penyebarannya berada di
sekitar kecamatan Pegaden hingga
ke bantaran sungai Cipunegara yang merupakan perbatasan dengan kabupaten Indramayu.
Perkembangan kebudayaan di wilayah Cipunegara (termasuk di sebagian besar
daerah dataran rendah kabupaten
Subang) tidak terlepas dari kontribusi
masyarakatnya. Tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara ini oleh masyarakatnya
disebut sebagai Tari Topeng Menor, karena kemerduan suara dan
kecantikan para penarinya.
Pusat tari Topeng Cirebon gaya
Cipunegara berada di desa Jati, kecamatan Cipunegara dan desa gunung sembung, kecamatan Pegaden, Kabupaten Subang. Dikarenakan desa Jati terkenal sebagai salah satu pusat tari Topeng Cirebon
gaya Cipunegara, maka tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara ini juga dikenal
dengan nama tari Topeng Jati.
Willy Sani dalam penelitiannya
tentang tari Topeng Menor menyatakan bahwa bahasa pengantar yang digunakan
dalam pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara ini adalah bahasa Sunda,
bahasa pengantar yang digunakan tersebut berbeda dengan kebanyakan gaya tari
Topeng Cirebon dari wilayah Cirebon dan Indramayu yang menggunakan Bahasa Cirebon sebagai bahasa pengantaranya.
Keunikan yang terjadi semata-mata
dikarenakan alkulturasi budaya antara budaya Cirebon dengan budaya Sunda
dikarenakan dalam pementasan tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara tersebut juga
didatangi oleh masyarakat Sunda yang kurang paham dengan bahasa Cirebon sehingga bahasa Sunda
digunakan sebagai bahasa pengantar pementasan agar pesan-pesan yang berusaha
disampaikan dalam setiap babak tariannya dapat dengan mudah
dimengerti oleh masyarakatnya. Namun demikian, Willy Sani juga mengatakan bahwa
penggunaan bahasa Sunda tidak berarti jika nayaga (penabuh
gamelan) dan para Dalang Topeng tersebut tidak bisa menggunakan Bahasa Cirebon, sebaliknya mereka semua fasih
menggunakan bahasa Cirebon walau
selama pementasan harus menggunakan bahasa Sunda agar penonton memahami setiap
isi babak.
Musik
pengiring
Berbeda dengan musik pengiring tari
Topeng Cirebon yang terdapat di wilayah kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayuyang
menggunakan instrumen musik bernuansa khas Cirebonan seperti Gamelan cirebon
dan sejenisnya. Pada tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara, musik pengiringnya
justru menggunakan musik-musik Bajidoran yang merupakan seni khas kebudayaan Sunda di kabupaten
Subang dan Kabupaten Karawang
Dalang
tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara
Dalang-dalang topeng yang berada
diwilayah Pegaden dan Cipunegara bisa dikatakan seluruhnya merupakan keturunan
dari Dalang Panggah. Dalang Carni dan Dalang Ratem merupakan dua orang dalang
dari wilayah Cipunegara yang hingga kini masih terbilang aktif melestarikan
gaya Cipunegara.
Tari
Topeng Cirebon gaya Gegesik
Tari Topeng Cirebon gaya Gegesik memiliki daerah penyebaran di sekitar Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon. Pada tari Topeng Cirebon gaya
Gegesik yang paling terlihat berbeda adalah raut karakteristik topengnya.
Topeng Panji pada gaya Gegesik digambarkan dengan karakteristik wajah berwarna
putih dengan raut tenang, mata sipit dengan tatapan yang selalu merunduk tajam,
hidung mancung dan senyum yang terkulum.
Di Gegesik yang merupakan salah satu
pusat perkembangan kesenian cirebon, termasuk kesenian tari Topeng Cirebon,
penari atau dalang tari Topeng Cirebon kini tidak sebanyak dulu ketika masa
jayanya, menurut budayawan Cirebon bapak Nurdin Noer yang juga merupakan
ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon
“
|
Pada tiga dekade yang lalu hampir semua warga di Gegesik
bisa menari topeng, entah itu anak penari ataupun petani biasa. Topeng pun
menjadi sesuatu yang wajib dipunyai. Namun, kini hal itu tak berlaku lagi,
jumlah penari hanya bisa dihitung dengan jari “
|
Pada perkembangan sebuah kesenian
termasuk tari Topeng Cirebon gaya Gegesik, perubahan adalah sesuatu yang tidak
dapat dihindari. Perubahan yang terjadi pada tari Topeng Cirebon gaya Gegesik
kebanyakan dipengaruhi oleh struktur masyarakat urban serta berperannya sekolah
kesenian, modernisasi, peristiwa, politik dan perubahan pandangan pewaris
topeng, terutama sekitar tahun 1980 hingga tahun 2000. Perubahan tari Topeng
Cirebon gaya Gegesik terutama terjadi pada cara dan bentuk penyajiannya,
sehingga pada masa itu pertunjukan topeng dicampur dengan dangdut atau yang
oleh masyarakat disebut sebagai topeng-dangdut
Musik
pengiring
Lagu atau musik pengiring yang
digunakan pada pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Gegesik ternyata memiliki
kesamaan dengan musik pengiring yang dipergunakan pada gaya Slangit, berikut
nama-nama musik pengiringnya ;
·
Tetaluan, dikenal juga dengan nama
gagalan merupakan tabuhan gamelan yang dimainkan sebelum penari atau dalang
topeng muncul pada panggung tari.
·
Kembang Sungsang, merupakan lagu
pengiring yang digunakan untuk mengiringi pagelaran tari Topeng pada babak
Panji.
·
Singa Kawung, merupakan lagu
pengiring yang digunakan untuk mengiringi pagelaran tari Topeng pada babak
Samba.
·
Tumenggungan, atau dikenal dengan
nama bendrong merupakan lagu pengiring yang digunakan untuk mengiringi
pagelaran tari Topeng pada babak Tumenggung atau Patih.
·
Kembang Kapas, merupakan lagu
pengiring yang digunakan untuk mengiringi pagelaran tari Topeng pada babak
Rumyang.
·
Gonjing, merupakan lagu pengiring
yang digunakan untuk mengiringi pagelaran tari Topeng pada babak Klana.
Gerakan
tari
Gerakan tari pada gaya Gegesik dapat
dilihat pada pemaknaan gerak di masing-masing alur ceritanya, di antaranya
adalah gerakan tangan temple bahu dan cantel pada
alur cerita topeng Panji.
Gerakan tangan temple bahu
diartikan sebagai tiruan dari gerak jalan Dewi Anggraeni sementara
gerakan cantel dapat diartikan bahwa Raden Panji akan berhasil
menikahi Dewi Anggraeni.
Babak tarian
'Pada gaya Gegesik, babak (alur
cerita) tariannya hampir sama dengan babak tarian yang ada di
gaya-gaya tari Topeng Cirebon wilayah barat, penamaan babak pada
pementasan tari Topeng Cirebon pada wilayah barat hanyalah mengambil namanya
saja untuk menggambarkan kesamaan watak, para dalang topeng Cirebon pada
umumnya tidak mengaitkan tariannya dengan tokoh Panji seperti dalam cerita
Panji. Artinya, nama tari tersebut bukan sebagai gambaran tokoh Panji. Kata
Panji hanya dipinjam untuk menyatakan salah satu karakter tari yang halus, yang
secara kebetulan karakternya sama dengan tokoh Panji. Berbeda dengan di Losari,
Topeng Panji justru ditarikan dalam sebuah lakonan dan penarinya benar-benar
memerankan tokoh Panji seperti yang ada di cerita Panji.
Perbedaan babak antara
tari Topeng Cirebon gaya Gegesik dengan Slangit yang sama-sama berasal
dari kabupaten Cirebon wilayah
barat terletak pada susunan babaknya, jika pada gaya Gegesik babak rumyang
ditampilkan pada urutan keempat atau kelima, maka pada gaya Slangit babak tersebut
ditampilkan pada urutan ketiga. Berikut babak pada tari Topeng
Cirebon gaya Gegesik ;
1.
Panji, menceritakan karakter manusia yang baru lahir, topeng
Panji pada gaya Gegesik digambarkan sebagai watak dari karakter manusia yang
halus, karakter ini sering disamakan dengan karakter Arjuna pada cerita Mahabharata.
2.
Samba (pamindo), menceritakan karakter anak-anak
3.
Rumyang, menceritakan karakter manusia yang bergejolak menuju
kedewasaan
4.
Patih
(tumenggung), menceritakan manusia yang sudah
dewasa
5.
Klana, menceritakan manusia yang dursila (memiliki
emosi dan amarah jahat di dalam dirinya)
Sebagian budayawan Cirebon yang
menyimak keterangan Ki Rawita (maestro tari Topeng Cirebon
gaya Randegan) bahwa babak rumyang seharusnya ditarikan pada
bagian akhir kemudian menyatakan hal yang sama jika pada zaman dahulu babak rumyang
pada tari Topeng Cirebon gaya Gegesik juga ditarikan pada akhir pagelaran sama
dengan yang terjadi pada gaya Randegan, hanya saja para budayawan Cirebon
kurang mengingat kapan terjadinya peralihan babak rumyang yang
sebelumnya ditarikan di akhir babak menjadi di tengah babak pada
pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Gegesik. Ki Waryo (maestro
kesenian Cirebon sekaligus dalang tari Topeng Cirebon gaya Palimanan)
berpendapat bahwa peralihan babak rumyang dari akhir pagelaran menjadi babak di
tengah pagelaran diperkirakan terjadi pada periode tahun 1970-an di mana pada
periode tersebut para dalang tari Topeng di Cirebon banyak didatangi oleh para
peneliti dan kemungkinan para peneliti ini memberikan persfektif baru bagi para
dalang Topeng terutama dalang tari Topeng Cirebon gaya Gegesik sekaligus
mengubah persfektif tariannya dari semula berfokus pada perkembangan jiwa yang
merupakan ciri dari pementasan tari Topeng Cirebon dengan babak rumyang di akhir
menjadi berfokus pada pertumbuhan manusia secara fisik yang merupakan ciri dari
pementasan tari Topeng Cirebon dengan babak rumyang di tengah.
Dalang
tari Topeng Cirebon gaya Gegesik
Di wilayah kecamatan
Gegesik juga terdapat banyak dalang
topeng, para dalang tersebut kebanyakan berasal dari keturunan para maestro
tari Topeng Cirebon gaya Gegesik yaitu Mutinah, Lesek dan Jublag. Keturunan
dalang Mutinah yang bisa ditelusuri adalah dalang Juniah, sementara keturunan
dalang Lesek adalah dalang Sumarni dan yang terakhir keturunan dalang Jublag
adalah dalang Baerni dan Baedah yang keduanya masih dapat dikatakan aktif walau
sudah sangat jarang diundang tampil di masyarakat.
Dalang Baerni kini pindah ke
wilayah kecamatan Pegaden, kabupaten
Subang untuk mengikuti suaminya yang
bekerja sebagai guru Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan dalang Baedah
juga mengikuti suaminya pindah ke wilayah kota
Cirebon.
Sanggar
tari
·
Sanggar Purbasari, Padepokan Abdul
Ajib, jalan Sukasari gang 4 no. 30. Kelurahan Sukapura, kecamatan
Kejaksan kota
Cirebon. Telp (+62-231-3475545)
(+62-8122143273)
0 comments:
Posting Komentar